Asal Usul Kota Malang Jawa
Timur
Malang, adalah sebuah kota di
Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang cukup
sejuk, terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi
oleh Kabupaten Malang. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur, dan
dikenal dengan julukan kota pelajar.
Wilayah cekungan (dataran rendahnya) Malang telah sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas salurandrainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9).
Wilayah cekungan (dataran rendahnya) Malang telah sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas salurandrainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9).
Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti
asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali
sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama
"Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai
asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang
kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama
bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari
Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni
diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang.
Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi daerah Blitar. Dalam prasati itu tertuliskan" taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran ". Yang Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : " Di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa", Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi. Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata "Membantah" atau "Menghalang-halangi" (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang. Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
"Malang tempoe doeloe"
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya ”Ijen Boullevard” dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah “Gemente” (Kota). Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi daerah Blitar. Dalam prasati itu tertuliskan" taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran ". Yang Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : " Di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa", Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi. Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata "Membantah" atau "Menghalang-halangi" (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang. Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
"Malang tempoe doeloe"
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya ”Ijen Boullevard” dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah “Gemente” (Kota). Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
- Tahun 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota
- Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di
pusatkan di sekitar kali Brantas
- Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
- Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di
dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
- 1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai
Kotapraja
- 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
- 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik
Indonesia
- 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
- 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia
kembali memasuki Kota Malang.
- 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.
Budaya dan Tradisi :
- Kekayaan etnis dan budaya yang dimiliki Kota
Malang berpengaruh terhadap kesenian tradisional yang ada. Salah satunya
yang terkenal adalah Wayang Topeng Malangan (Topeng Malang), namun kini
semakin terkikis oleh kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujud
pertemuan tiga budaya (Jawa Tengahan, Madura, dan Tengger). Hal tersebut
terjadi karena Malang memiliki tiga sub-kultur, yaitu sub-kultur budaya
Jawa Tengahan yang hidup di lereng gunung Kawi, sub-kultur Madura di
lereng gunung Arjuna, dan sub-kultur Tengger sisa budaya Majapahit di
lereng gunung Bromo-Semeru. Etnik masyarakat Malang terkenal religius,
dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai
Arek Malang (AREMA) serta menjunjung tinggi kebersamaan dan setia kepada
malang.
- Di kota Malang juga terdapat tempat yang
merupakan sarana apresiasi budaya Jawa Timur yaitu Taman Krida Budaya Jawa
Timur, di tempat ini sering ditampilkan aneka budaya khas Jawa Timur
seperti Ludruk, Ketoprak, Wayang Orang, Wayang Kulit, Reog, Kuda Lumping,
Sendra tari, saat ini bertambah kesenian baru yang kian berkembang pesat
di kota Malang yaitu kesenian “BANTENGAN” kesenian ini merupakan hasil
dari kreatifitas masyarakat asli malang, sejak dahulu sebenarnya kesenian
ini sudah dikenal oleh masyarakat malang namun baru sekaranglah
“BANTENGAN” lebih dikenal oleh masyarakat tidak hanya masyarakat lokal
namun juga luar daerah bahkan mancanegara. Khusus di Malang sering
diadakan pergelaran bantengan hampir setiap perayaan hari besar baik
keagamaan maupun peringatan hari kemerdekaan.
- Festival tahunan yang menjadi event ikon kota
juga sering diadakan setiap tahunnya. Beberapa festival kota tahunan
diantaranya adalah:
- Festival Malang Kembali: Diadakan untuk
memperingati HUT Kota Malang, biasa digelar pada tanggal 21 Mei. Festival
ini mengusung situasi kota pada masa lalu, mengubah jalan-jalan protokol
kota menjadi museum hidup selama kurang lebih 1 minggu festival ini
diadakan.
- Karnaval Bunga, Karnaval Lampion: Biasa
diadakan untuk merayakan hari raya imlek.
Julukan Kota Malang :
- Paris van East Java, karena kondisi alamnya
yang indah, iklimnya yang sejuk dan kotanya yang bersih, Malang bagaikan
kota “Paris“-nya Jawa Timur.
- Kota Wisata, kondisi alam yang elok dan
menawan, bersih, sejuk, tenang dan fasilitas wisata yang memadai merupakan
ciri-ciri sebuah kota tempat berlibur.
- Kota Pendidikan Internasional, situasi kota
yang tenang, penduduknya ramah, harga makanan yang relatif murah dan
fasilitas pendidikan yang memadai sangat cocok untuk belajar/menempuh
pendidikan. Sedikitnya ada lima universitas negeri yang berdiri di Malang:
Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Negeri
Malang, Politeknik Negeri Malang, Politeknik Negeri Kesehatan Malang dan
puluhan atau mungkin ratusan PTS.
- Kota Militer, terpilih sebagai Kota Kesatrian.
Di kota Malang ini didirikan tempat pelatihan militer, asrama dan mess
perwira di sekitar lapangan Rampal, dan pada zaman Jepang dibangun
lapangan terbang “Sundeng” di kawasan Perumnas sekarang, selain itu juga
ada pabrik amunisi, senjata & kendaraan tempur, Pindad, di Turen,
Kabupaten Malang .
- Kota Sejarah, sebagai kota yang menyimpan
misteri embrio tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar seperti Tumapel,
Kanjuruhan, Singosari, Kediri (Dhoho), Mojopahit, Demak dan Mataram. Di
kota Malang juga terukir awal kemerdekaan Republik bahkan kota Malang
tercatat masuk nominasi akan dijadikan Ibukota Negara Republik Indonesia.
- Kota Bunga, cita-cita yang merebak di hati
setiap warga kota senantiasa menyemarakkan sudut kota dan tiap jengkal
tanah warga dengan warna-warni bunga.
- Kota Olahraga, Banyak lahir bibit-bibit
olahragawan yang berasal dari malang, yang paling terkenal dengan olah
raga sepak bolanya terbukti dengan berdirinya 2 team sepak bola seperti
Persema dan Arema yang mempunyai prestasi cukup baik di tingkat regional dan
nasional,di tambah lagi supporter yang sangat fanatik dan atraktif
Ngalamania serta Aremania.
- Kota Apel, mempunyai produksi apel yang
melimpah berpusat di wilayah Kota Batu dan Poncokusumo sehingga banyak di
ekspor ke dalam dan luar negeri. Disana apel diolah menjadi bermacam-macam
makanan maupun minuman, Contohnya Sari apel, Keripik Apel, Manisan dll.
- Kota Susu, mempunyai produksi susu skala
nasional dan internasional yang produksinya terletak di wilayah Pujon
Kabupaten Malang. Susu yang didapatkan berasal dari sapi luar negeri
sehingga susu yang diperoleh mempunyai kualitas bagus.
- Kota Dingin, karena memiliki letak geografis
yang dikelilingi pegunungan, Gunung Arjuno, Welirang, Gunung Kawi, Gunung
Bromo, Semeru.
- Kota Pelajar, karena malang memiliki banyak
universitas negeri ataupun swasta yang cukup terkenal sehingga banyak
orang dari luar pulau yang pindah ke Malang untuk mencari pendidikan yang
lebih baik dari kota lain.
- Kota Kuliner, Di malang banyak sekali jenis
makanan khas yang menggugah selera banyak wisatawan.
No comments:
Post a Comment