Friday, March 3, 2017

ASAL USUL MADURA
Berdiri sebuah kerajaan megah diatas sebuah pegunungan Tengger. Kerjaan tersebut dikenal dengan sebutan kerajaan Madangkamulan. Madangkamulang merupakan sebuah kerajaan yang cukup terkenal pada masa itu terutama ditanah jawa bagian timur. Kerajaan yang sangat megah ini diperintah dan dipimpin oleh seorang raja yang sangat dihormati, disegani dan juga ditaati oleh seluruh rakyatnya. Raja tersebut bernama Prabu Gilingwesi. Untuk menjalankan pemerintahan dalam kerajaannya, Prabu Gilingwesi dibantu oleh seorang menteri cerdas dan cerdik yang bernama Patih Pranggulang.
Kehidupan dikerajaan Madangkamulan sangat adil dan makmur. Meskipun kerajaan tersebut adil dan makmur, ada satu hal yang membuat Prabu Gilingwesi agak bersusah hati. Hal tersebut dirasakannya karena Putri semata wayangnya yang sangat cantik jelita bernama Raden Ayu Tanjungsekar tidak mau memiliki suami. Padahal sudah banyak lamaran dari para putra raja dari kerajaan-kerajaan tetangga, setiap ada putra raja yang datang dengan untuk mempersuntingnya pasti sang putri selalu menolaknya, dengan berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah belum waktunya ia berkeluarga.
Suatu malam yang sangat indah. Putri raja yaitu Tanjungsekar sedang tertidur sangat lelap. Dalam tidurnya itu, ia bermimpi sedang berjalan-jalan ditaman yang sangat indah. Ketika Tanjungsekar menikmati segala keindahan yang terpancar dari taman tersebut, secara tiba-tiba bulan pernama menampakkan kehadirannya diatas langit yang bersih dari awan. Sang putri ketika melihatnya, sungguh dibuat kagum dengan indahnya pancaran sinar bulan yang sangat lembut.
Bulan yang ia lihat. perlahan-lahan turun dan mulai semakin rendah. Tanjungsekar heran dengan kejadian itu. Setelah bulan itu sangat dekat, bulan itu kemudian masuk dalam tubuh Tanjungsekar. Mengalami mimpi seperti itu, Tanjungsekar terbangun dari tidurnya. Ia sangat terkejut atas mimpi yang datang menemaninya. Kemudian Tanjungsekar membangunkan penasehatnya, ia menanyakan tentang arti yang hadir dalam mimpinya.
Sang penasehatnya,mengatakan “Mimpi itu hanya bunga tidur saja, tidak yang perlu dirisaukan,”jawab sang penasehat kepada Tanjungsekar. “sebaiknya tuan putri lanjutkan tidurnya saja.”
Beberap bulan kemudian setelah mimpi aneh yang menghampiri Tanjungsekar. Tak disangka dan tak dinyata, tiba-tiba Tanjungsekar Hamil. Untung saja berita itu hanya diketahui oleh beberapa orang dikalangan kerajaan Madangkawulan, belum sampai tersebar ditelinga rakyat kerajaan.
Prabu Gilingwesi sangat terpukul perasaannya mendengar putrinya yang sangat dicintai hamil tanpa suami. Baginda raja yang bijaksana sangat heran mengap hal tersebut bisa terjadi, ia berfikir mengapa ada orang yang bisa masuk kedalam kamar putrinya, padahal penjagaanya sangat ketat sekali.
Kemudian Tanjungsekar dipanggil untuk menghadap baginda raja. Kemudain Tanjungsekar menjelaskan sebenarnya yang ia alami, ia menjelaskan kepada ayahnya bahwa sebelum ia hamil, ia  terlebih dahulu telah mengalami mimpi yang aneh, ada bulan purnama yang masuk kedalam tubuhnya. Akan tetapi, Prabu Gilingwesi tidak percaya begitu saja dengan penjelasan sang putri. Dengan wajah yang sangat marah, baginda raja memanggil menteri kepercayaannya, yaitu Patih Pranggulang.
Dengan nada yang sangat marah.”Patih, bawahlah Tanjungsekar kedalam hutan belantara. Kemudian, bunuhlah ia sebagai hukuma atas perbuatan dosa mencemarkan nama kerajaan Madangkawulan!”
Mendapatkan mandat dari seorang raja, Patih Pranggulangpun berangkat membawa Tanjungsekar menuju hutan. Setelah sehari semalam dalam perjalanan, sampailah mereka berdua disebuah hutan yang jauh dari kerajaan. Putri Tanjungsekar berhenti dan duduk diatas sebuah batu.
“Patih,Silahkan hukuman mati yang diperintahkan oleh raja untukku segeralah engkau laksanakan,” Ujar Tanjungsekar. Tapi ingat, kalau aku tidak bersalah, engkau tidak akan bisa membunuhku.
Patih Pranggulang pun mengambil senjata yaitu sebuah pedang dari sarungnya. Dengan sangat cepat Patih Pranggulang mengyunkan sabetan pedang kearah tubuh Tanjungsekar. Namun yang terjadi, sebelum tubuh Tanjung sekar terkena tajamnya pedang, tiba-tiba pedang yang akan disabetkan ditubunya terjatuh ketanah. Patih Pranggulang pun mengambil pedangnya yang terjatuh. Kemudian dicobanya lagi untuk mengayunkan pedangnya keleher Tanjungsekar, namun pedangnya terjatuh lagi. Tiga kali melakukan hal tersebut, namun gagal terus.
Dengan kejadian itu, Patih Pranggulang menyimpulkan dalam hatinya bahwa Tanjungsekar tidak bersalah sehingga tidak bisa dijatuhi hukuman. Kemudian ia pun bersujud dihadapan Tanjungsekar. Katanya,”Tuan putri sebaiknya segera pergi dari tempat ini. Saya akan membautkan rakit untuk tuan putri, naiklah dan sebrangilah lautan. Saya sendiri akan kembali kekerajaan. Saya akan bertapa sambil mendoakan tuan putri agar selalu dalam lindungan.”
Kemudian Patih Pranggulang membuat rakit, setelah jadi tanjung sekar pun naik diatas rakit tersebut untuk menyeberangi lautan. Perlahan-lahat rakit yang dinaikinya mulai bergerak meninggalkan sisi pantai. Makin lama makin jauh ketengah lautan. Patih pranggulang memperhatikan rakit yang dinaiki sang putri, cukup lama ia berdiri ditepi pantai. Setelah semalam, Patih Pranggulang masuk kedalam hutan. Sejak itu, ia mengganti namanya menjadi Ki Poleng.
Tanjung sekar beserta rakitnya dibawa alur arus laut kearah utara. Beberapa hari terkantung-kantung ditengah lautan. Tanjungsekar pasrah dengan ketentuan Tuhan, ia akan tetap tenang kemanapun rakit yang dinaikinya membawanya.
Suatu malam, bulan kembali purnama. Cahaya yang dipancarkan dari bulan tampak menerangi lautan yang berwarna hitam kebiru-biruan. Ketika bulan purnawa berada pada titik sempurna, tiba-tiba Tanjungsekar meraskan sakit diperutnya. Ternyata ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan. Lalu, bayi itu dipeluknya dengan hangat penuh kasih sayang. Karena lahir ditengah laut, Tanjungsekar memberi nama anaknya dengan nama Raden Segar. Istilah dijawa khususnya didaerah Madura Sagara artinya adalah Laut.
Setelah beberapa hari terombang-ombing dilautan bersama anaknya, ia melihat pulau. Kemudian rakit yang dinaikinya bergerak semakin mendekat kepulau itu. Melihat pulau tersebut, Tanjungsekar sangat senang sekali karena ia berpikir bahwa akan tinggal dipulau itu bersama anaknya.
Rakit yang dinaikinyapun berhenti ditepi pulau. Tanjungsekar segera turun dengan menggendong Raden Sagara. Setelah menginjakkan kakinya didarat, ada sebuah keajaiban yang terjadi. Raden Sagara meloncat ke tanah sambil berlari kesana kemari. Tubuhnya semakin besar seperti anak yang berumur dua tahunan.
Raden Sagara dan Tanjung sekar terus berjalan menyusuri daratan pantai. Pulau tersebut tampak sepi, mereka tidak menemukan aktivitas manusia disekitar pulau tersebut, hanya hewan-hewan yang melintas dihadapannya.
Setelah berjalan cukup lama, Raden Sagar dan ibunya tiba disuatu tanah yang cukup lapang. Disalah satu tempat ditanah lapang tersebut ada sebatang pohon. Kemudian Raden Sagara mendekati pohon itu. Raden Segara melihat sarang lebah yang besar disalah satu dahan dipohon itu. Saat Raden Sagara mendekat, lebah-lebah itu pergi beterbangan menjauhi sarangnya, seakan-akan memberikan ruang Raden Sagara untuk mengambil madu dan menikmatinya. Raden Sagarpun segera mengambil madu dan segera menikmatinya bersama Tanjungsekar.
Karena mereka berdua menemukan tanah lapang yang cukup luas, dan tempat itu kemudian diberi namaMADURA, yang berasal dari kata maddu e ra-ra. Yang artinya, madu di tanah daratan. Kemudian Tanjungsekar dan putranya tinggal dan menetap dipulau itu. Setelah tumbuh menjadi dewasa, Raden Sagara naik tahta sebagai raja yang kemudian memerintah Pulau Madura.



No comments:

Post a Comment