ASAL
USUL MADURA
Berdiri
sebuah kerajaan megah diatas sebuah pegunungan Tengger. Kerjaan tersebut
dikenal dengan sebutan kerajaan Madangkamulan. Madangkamulang merupakan sebuah
kerajaan yang cukup terkenal pada masa itu terutama ditanah jawa bagian timur.
Kerajaan yang sangat megah ini diperintah dan dipimpin oleh seorang raja yang
sangat dihormati, disegani dan juga ditaati oleh seluruh rakyatnya. Raja
tersebut bernama Prabu Gilingwesi. Untuk menjalankan pemerintahan dalam
kerajaannya, Prabu Gilingwesi dibantu oleh seorang menteri cerdas dan cerdik
yang bernama Patih Pranggulang.
Kehidupan
dikerajaan Madangkamulan sangat adil dan makmur. Meskipun kerajaan tersebut
adil dan makmur, ada satu hal yang membuat Prabu Gilingwesi agak bersusah hati.
Hal tersebut dirasakannya karena Putri semata wayangnya yang sangat cantik
jelita bernama Raden Ayu Tanjungsekar tidak mau memiliki suami. Padahal sudah
banyak lamaran dari para putra raja dari kerajaan-kerajaan tetangga, setiap ada
putra raja yang datang dengan untuk mempersuntingnya pasti sang putri selalu
menolaknya, dengan berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah belum waktunya
ia berkeluarga.
Suatu
malam yang sangat indah. Putri raja yaitu Tanjungsekar sedang tertidur sangat
lelap. Dalam tidurnya itu, ia bermimpi sedang berjalan-jalan ditaman yang
sangat indah. Ketika Tanjungsekar menikmati segala keindahan yang terpancar
dari taman tersebut, secara tiba-tiba bulan pernama menampakkan kehadirannya
diatas langit yang bersih dari awan. Sang putri ketika melihatnya, sungguh
dibuat kagum dengan indahnya pancaran sinar bulan yang sangat lembut.
Bulan
yang ia lihat. perlahan-lahan turun dan mulai semakin rendah. Tanjungsekar
heran dengan kejadian itu. Setelah bulan itu sangat dekat, bulan itu kemudian
masuk dalam tubuh Tanjungsekar. Mengalami mimpi seperti itu, Tanjungsekar
terbangun dari tidurnya. Ia sangat terkejut atas mimpi yang datang menemaninya.
Kemudian Tanjungsekar membangunkan penasehatnya, ia menanyakan tentang arti
yang hadir dalam mimpinya.
Sang
penasehatnya,mengatakan “Mimpi itu hanya bunga tidur saja, tidak yang perlu
dirisaukan,”jawab sang penasehat kepada Tanjungsekar. “sebaiknya tuan putri
lanjutkan tidurnya saja.”
Beberap
bulan kemudian setelah mimpi aneh yang menghampiri Tanjungsekar. Tak disangka
dan tak dinyata, tiba-tiba Tanjungsekar Hamil. Untung saja berita itu hanya
diketahui oleh beberapa orang dikalangan kerajaan Madangkawulan, belum sampai
tersebar ditelinga rakyat kerajaan.
Prabu
Gilingwesi sangat terpukul perasaannya mendengar putrinya yang sangat dicintai
hamil tanpa suami. Baginda raja yang bijaksana sangat heran mengap hal tersebut
bisa terjadi, ia berfikir mengapa ada orang yang bisa masuk kedalam kamar
putrinya, padahal penjagaanya sangat ketat sekali.
Kemudian
Tanjungsekar dipanggil untuk menghadap baginda raja. Kemudain Tanjungsekar
menjelaskan sebenarnya yang ia alami, ia menjelaskan kepada ayahnya bahwa
sebelum ia hamil, ia terlebih dahulu telah mengalami mimpi yang aneh, ada
bulan purnama yang masuk kedalam tubuhnya. Akan tetapi, Prabu Gilingwesi tidak
percaya begitu saja dengan penjelasan sang putri. Dengan wajah yang sangat
marah, baginda raja memanggil menteri kepercayaannya, yaitu Patih Pranggulang.
Dengan
nada yang sangat marah.”Patih, bawahlah Tanjungsekar kedalam hutan belantara.
Kemudian, bunuhlah ia sebagai hukuma atas perbuatan dosa mencemarkan nama
kerajaan Madangkawulan!”
Mendapatkan
mandat dari seorang raja, Patih Pranggulangpun berangkat membawa Tanjungsekar
menuju hutan. Setelah sehari semalam dalam perjalanan, sampailah mereka berdua
disebuah hutan yang jauh dari kerajaan. Putri Tanjungsekar berhenti dan duduk
diatas sebuah batu.
“Patih,Silahkan
hukuman mati yang diperintahkan oleh raja untukku segeralah engkau laksanakan,”
Ujar Tanjungsekar. Tapi ingat, kalau aku tidak bersalah, engkau tidak akan bisa
membunuhku.
Patih
Pranggulang pun mengambil senjata yaitu sebuah pedang dari sarungnya. Dengan
sangat cepat Patih Pranggulang mengyunkan sabetan pedang kearah tubuh
Tanjungsekar. Namun yang terjadi, sebelum tubuh Tanjung sekar terkena tajamnya
pedang, tiba-tiba pedang yang akan disabetkan ditubunya terjatuh ketanah. Patih
Pranggulang pun mengambil pedangnya yang terjatuh. Kemudian dicobanya lagi
untuk mengayunkan pedangnya keleher Tanjungsekar, namun pedangnya terjatuh
lagi. Tiga kali melakukan hal tersebut, namun gagal terus.
Dengan
kejadian itu, Patih Pranggulang menyimpulkan dalam hatinya bahwa Tanjungsekar
tidak bersalah sehingga tidak bisa dijatuhi hukuman. Kemudian ia pun bersujud
dihadapan Tanjungsekar. Katanya,”Tuan putri sebaiknya segera pergi dari tempat
ini. Saya akan membautkan rakit untuk tuan putri, naiklah dan sebrangilah
lautan. Saya sendiri akan kembali kekerajaan. Saya akan bertapa sambil
mendoakan tuan putri agar selalu dalam lindungan.”
Kemudian
Patih Pranggulang membuat rakit, setelah jadi tanjung sekar pun naik diatas
rakit tersebut untuk menyeberangi lautan. Perlahan-lahat rakit yang dinaikinya
mulai bergerak meninggalkan sisi pantai. Makin lama makin jauh ketengah lautan.
Patih pranggulang memperhatikan rakit yang dinaiki sang putri, cukup lama ia
berdiri ditepi pantai. Setelah semalam, Patih Pranggulang masuk kedalam hutan.
Sejak itu, ia mengganti namanya menjadi Ki Poleng.
Tanjung
sekar beserta rakitnya dibawa alur arus laut kearah utara. Beberapa hari
terkantung-kantung ditengah lautan. Tanjungsekar pasrah dengan ketentuan Tuhan,
ia akan tetap tenang kemanapun rakit yang dinaikinya membawanya.
Suatu
malam, bulan kembali purnama. Cahaya yang dipancarkan dari bulan tampak
menerangi lautan yang berwarna hitam kebiru-biruan. Ketika bulan purnawa berada
pada titik sempurna, tiba-tiba Tanjungsekar meraskan sakit diperutnya. Ternyata
ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan. Lalu, bayi itu dipeluknya
dengan hangat penuh kasih sayang. Karena lahir ditengah laut, Tanjungsekar
memberi nama anaknya dengan nama Raden Segar. Istilah dijawa khususnya didaerah Madura Sagara artinya adalah Laut.
Setelah
beberapa hari terombang-ombing dilautan bersama anaknya, ia melihat pulau.
Kemudian rakit yang dinaikinya bergerak semakin mendekat kepulau itu. Melihat
pulau tersebut, Tanjungsekar sangat senang sekali karena ia berpikir bahwa akan
tinggal dipulau itu bersama anaknya.
Rakit
yang dinaikinyapun berhenti ditepi pulau. Tanjungsekar segera turun dengan
menggendong Raden Sagara. Setelah menginjakkan kakinya didarat, ada sebuah
keajaiban yang terjadi. Raden Sagara meloncat ke tanah sambil berlari kesana
kemari. Tubuhnya semakin besar seperti anak yang berumur dua tahunan.
Raden
Sagara dan Tanjung sekar terus berjalan menyusuri daratan pantai. Pulau
tersebut tampak sepi, mereka tidak menemukan aktivitas manusia disekitar pulau
tersebut, hanya hewan-hewan yang melintas dihadapannya.
Setelah
berjalan cukup lama, Raden Sagar dan ibunya tiba disuatu tanah yang cukup
lapang. Disalah satu tempat ditanah lapang tersebut ada sebatang pohon.
Kemudian Raden Sagara mendekati pohon itu. Raden Segara melihat sarang lebah
yang besar disalah satu dahan dipohon itu. Saat Raden Sagara mendekat,
lebah-lebah itu pergi beterbangan menjauhi sarangnya, seakan-akan memberikan
ruang Raden Sagara untuk mengambil madu dan menikmatinya. Raden Sagarpun segera
mengambil madu dan segera menikmatinya bersama Tanjungsekar.
Karena
mereka berdua menemukan tanah lapang yang cukup luas, dan tempat itu kemudian
diberi namaMADURA, yang berasal dari kata maddu e ra-ra. Yang
artinya, madu di tanah daratan. Kemudian Tanjungsekar dan putranya tinggal dan
menetap dipulau itu. Setelah tumbuh menjadi dewasa, Raden Sagara naik tahta
sebagai raja yang kemudian memerintah Pulau Madura.
No comments:
Post a Comment